Minggu, 13 Januari 2013

belajar dari awan



Nama              : Dendi Setiawan
NPM               : 19212152 (Transfer)
Kelas               : 4EA17

Belajar dari awan
Hari itu satu pekan panjang yang penuh dengan kesibukan mengajar keliling negri telah kulewati sekali lagi. Seperti biasa aku ingin menikmati situasi santai dalam penerbangan pulang, membaca, bahkan memejamkan mata untuk beberapa menit bilamana sempat.
 Pada hari yang khusus ini, ketika aku masuk kedalam pesawat, ternyata seorang anak kecil, sekitar delapan tahun, duduk pada kursi dekat jendela disebelahku. Aku sangat menyukai anak-anak. Namun, aku aku sedang merasa lelah. Naluri pertamaku adalah, “apa boleh buat, aku tak tahu nasibku kali ini. Dengan berusaha bersikap ramah, aku menyapanya dan mengajaknya berkenalan, dan ia menyebutkan namanya “AL” kami langsung mengobrol dan hanya dalam beberapa menit, ia menaruh kepercayaannya kepadaku, dengan berkata, “ini pertama kali saya naik pesawat, saya agak takut”
            “Naik pesawat itu kecil”, kataku, berusaha menumbuhkan keyakinannya. Mungkin dapat dianggap salah satu yang paling mudah diantara yang pernah kulakukan. Aku diam sejenak, untuk berfikir dan mulai bertanya kepadanya, “pernahkan kau naik roller coaster?” anak itu menjawab “ saya senang naik roller causter”, dan aku bertanya kembali pernahkan kau duduk paling depan?” lalu anak itu menjawab” ya, saya selalu berusaha mendapatkan tempat duduk yang paling depan dan aku tidak merasa takut”
            “Sesungguhnya, penerbangan ini tidak seberapa disbanding naik roller couster, aku tidaj berani naik roller couster tetapi aku tidak takut sama sekali bila naik pesawat terbang”  kataku kepada anak kecil itu. Lalu seulas senyum mulai tampak pada wajahnya, dan aku mulai berfikir bahwa anak itu memang pemberani. Pesawat mulai ditarik menuju keujung landasan dan ketika pesawat itu meluncur naik, ia memandangi keluar jendela dan mulai bercerita dengan sangat bersemangat tentang segala yang dialaminya. Ia mengomentari bentuk-bentuk awan yang dilihatnya dan gambar-gambar yang seolah-olah telah dilukis diangkasa. “Awan yang ini seperti kupu-kupu dan yang itu kelihatan seperti seekor kuda”
            Tiba-tiba aku juga melihat melalui mata seorang anak usia delapan tahun. Rasanya seolah-olah aku juga baru pertama kali itu terbang. Lalu anak itu bercerita bahwa ia dan adiknya pernah menjadi bintang iklan ditelevisi dan penglaman itu sangat mengesankan. Kemudian ia ingin pergi kekamr kecil, aku berdiri agar ia dapat keluar ke gang. Saat itulah aku melihat alat penguat pada kedua kakinya. Ketika ia duduk kembali, ia menerangkan “Saya menderita distrofi otot, adik perempuan saya juga ia bahkan harus menggunakan kursi roda. Itu sebabnya kami menjadi bintang iklan, kami dijadikan contoh untuk anak-anak yang menderita distrofi otot”. Waktu pesawat mulai turun, ia memandang kepadaku, tersenyum dan berbicara dengan nada agak malu-malu. “Tahukah anda, saya betul-betul khawatir, saya takut yang duduk disebelah saya adalah orang yang ketus, yang tidak mau bicara dengan saya. Saya senang senang duduk disebalah anda”
Ketika mengenang seluruh pengalaman itu pada malam harinya. Aku diingatkan tentang untungnya bersikap terbuka. Setelah sepekan penuh menjadi pengajar, begiru selesai aku justru menjadi siswa. Sekarang setiap aku merasa suntuk, aku akan memandang keluar jendela dan mencoba menebak bentuk-bentuk awan yang terlukis diangkasa. Dan aku teringat kepada anak kecil yang benama “AL’, anak istimewa yang mengajariku pelajaran itu.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar