Minggu, 13 Januari 2013

kepak elang eidelweis violet



Nama         : Dendi Setiawan
NPM          : 19212152
Kelas          : 4EA17 (Transfer)


KEPAK ELANG
“EIDELWEIS VIOLET”

Luka dan bisa kubawa berlari...
Berlari hingga hilang pedih perih
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi...(Chairil Anwar)


         
          Luka kan tertutup asa yang datang dari aliran nafas kemurnian kalbu, yang semburat melukis kata. Waktulah yang kan membentuk satu kesatuan jiwa karena bahasa nurani yang begitu indah terdengar, terasa, dan terlihat. Lalu menjadikan elegi cinta menjadi nyanyian indah tak terperikan. Dan setelah melalui beberapa proses pendekatan jiwa yang panjang berliku, komunikasi bahasa kalbu dua sejoli mulai terjalani lewat telpon asmara yang setiap hari menjadi agenda syahdu mereka.
          “Aku terluka kamu juga terluka, sepaktlah buat kubur semua derita kita kirana, kubur pada kedalaman samudera hati yang paling dalam tak terkuak kembali oleh ombak kehidupan...” sapa Elang pada Eidelweis yang bernama real Kirana.
          “Terima kasih Arga, tolong jadilah penjaga hatiku. Biarlah percintaan ini abadi tanpa kita rusak dengan perjumpaan kita. Dan cerita kisah dunia maya kita benar-benar putih tak terkoyakkan...”sambung Kirana pada Elang yang memakai nickname Arga, yang artinya gunung. Mungkin kedekatan nama mereka gunung dan bunga yang berarti “Bunga Gunung” Eidelweis. Bunga gunung yang abadi sangat mempengaruhi laju perjalanan cinta mereka menuju pelabuhan kasih. Berharap sampannya terkayuh tenang menerjang badai dan angin laut yang setiap saat bisa mengguyurkan keras gelombangnya, sehingga membuat sampanya bisa terombang-ambing lalu tenggelam.
          “Kamu telah bangkitkan jiwa rapuhku untuk kembali mengais masa depanku yang sempat terkoyak dan tercabik. Namun sekarang tlah kamu kuatkan aku tuk membuat satu dasar tapak jalanku ke pulau indah yang selama ini hanya merupakan sebuah dahaga, hingga membuatku benar-benar merasa kering jiwa, kerontang raga....sekarang telah kamu hantarkan aku lari dari lelap tidurku, menuai semua impianku menjadi sebuah kenyataan indah yang aku rasa, lihat, dan dengar...”sambung Kirana dengan berderai air mata.
          “sudah usaplah kelopak matamu yang basah, mekarlah kembali dan jangan layu lagi, basahilah kelopakmu dengan embun pagi yang akan sambut harimu dengan kesejukan jiwa, jadilah seperti bunga gunung yang abadi membawa keharumannya yang abadi, tak terhapus oleh kencangnya sang angin. Jangan menangis Violet Eidelweisku”
          Namun kemudian, setelah terjalin kasih syahdu lembut lewat kata dan suara indah ini, gejolak dan suara hati mereka sebagai adam dan hawa, tak terbendung akhirnya. Hingga menjelang tahun baru, pada tahun 2000. Dua sejoli ini memadu kasih setia untuk melanggar janji sebuah pertemuan, karena bahasa jiwa yang tak bisa berkata jujur pada nurani mereka.
          Sampai akhirnya tiba saat memadu kasih untuk bertemu, mempertemukan raga mereka berdua setelah mereka rasakan bahwa jiwa mereka tlah menyatu. Dengan perasaan yang sangat gelisah, terharu, dan resah berkecambuk menjadi satu. Akhirnya untaian dari bahasa kalbu mereka ungkap buat sebuah janji yang tak akan teringkari.
          Pagi itu dengan berbunganya hati yang berpeluh rindu, Elang menata hati untuk berjumpa dengan wajah sang kekasih, yang selama ini hanya ada di angan dan mimpinya. Selama dua tahun berkasih pada dunia maya, nampaknnya tak bisa menjaga kekuatan deburan gelombang getar cinta yang setiap saat bertambah besar dan terasa keras menggoncang kegigihan hati diantara mereka, untuk melihat siapa potret diri mereka berdua. Hingga akhirnya kata sepakat terlanggar. “Sandarkan cinta pada yang mengatur dan menggerakan waktu..maka cinta akan abadi..”
          Dengan perasaan gundah porak poranda, dan resah yang tak berkesudahan Elang setia menunggu kedatangan Kirana. Pesawat Kirana belum datang juga setelah  5 jam  telambat dari waktu yang tlah dijadwalkan. Beberapa menit kemudia Elang mendapatkan informasi bahwa pesawat sang kekasih terkena musibah dengan menabrak sebuah gunung dikarenakan cuaca alam yang tidak bersahabat mengiringi laju Kirana untuk menemuinya.
          Rasanya gelap warna langit yang tak berbintang, semua lampu padam, punah semua asa yang tlah terukir, hancur semua puing hati yang tlah terbangun dengan kerentaan hati. Elang terdiam tak bergeming. Beku hati tak tertata lagi terasa sangat berat tapak kakinya yang berbalut sepatu lars kulit hitam tuk melangkah. Terasa kakinya terpaku kuat di bumi, tak tergoyahkan lalu lalang orang-orang di seputarnya.
          Dan ternyata, apa yang selama ini di untaikan Kirana lewat bait puisi apiknya, “Bahwa cinta itu tak bisa dibunuh atau ditumbuhkan siapapun, jika Sang Raja Manusia tidah berkehendak, maka selamanya cinta akan menjadi misteri yang tak pernah terungkapkan oleh siapapun”.
          “Apapun kata cinta kita, tetaplah kisah kita menjadi roman yang abadi sampai aku pahami apa rencana Tuhan setelah yang kita alami dengan uraian air mata..”ucap Elang disamping jasad sang kekasih. Setelah pemakaman cintanya, Elang yang tak pernah tahu wajah cantik Kirana, telah merenda kasih dengan puisinya. Puisi adalah sajak jiwa kelunya yang hantarkan putih tulusnya kasih, yang sebenarnya sangat diinginkan untuk berlabuh dan bersandar sampai hebusan nafas terakhirnya.

“Kaulah Sang Penggerak waktu, bila mungkin takdirMU adalah kesendirianku. Aku akan sandarkan semuanya kepadaMU, karena hanya Engkaulah yang memiliki perhitungan yang Maha Terbaik. Jangan lelahkan aku”.
         



Tidak ada komentar:

Posting Komentar